Selasa, 05 Mei 2009

orkes monata

orkes monata


 

Kebanyakan temen-temen dari daerah lain, pemudanya kebanyakan gengsi mendengarkan lagu dangdut. Diangapnya kurang gaul dsb. Bedanya, kalau sudah memasuki wilayah Gerbangkertasusila (gresik, bangkalan, mojokerto, Surabaya, sidioarjo, dan lamongan) dan sekitarnya, para pemuda berhamburan keluar saat orkes di gelar. Jumlah penontonnya sangat fantastis, sebanding bahkan dapat melebihi konser musik pop skala nasional. Tentunya bukan semua orkes yang dapat menghadirkan pulahan ribu penonton, tapi hanya tertentu semisal Monata, Palapa atau Sera. Kadang juga Palada, semua bagai undangan resmi ngumpulnya pemuda untuk joget ria dan hampir dipastikan ada olahraga didalamnya alias tawuran. 
Seperti, kemarin pas ulang tahun Kab. Mojokerto mengundang Monata beserta artis-artis popularnya seperti Lilin herlina dan Lusiana Safara. Kedua artis ini paling banyak penggemarnya karena suara dan sopan-santunya di atas panggung. Tidak goyang (ngebor), hampir dikatakan nyaris tidak goyang (just for song) atau istilah gaul arek-arek penggemar orkes dijuluki dengan istilah “Goyangan alus”. Sayangnya dalam acara itu, yang tadinya dirangkai dengan ceramah agama yang disampaikan oleh Wak Kaji Show (KH. Abdullah said) dari pasuruan kurang dapat dinikmati. Tadinya banyak yang hadir seperti ibu-ibu, bapak-bapak beserta anak-anak mereka termotivasi oleh kehadiran Wak Kaji Show, merasa kecewa karena wak kaji show tidak menyampaikan ceramahnya, hanya memberikan salam dan sambutan sebentar tidak lebih dari 5 menit, kemudian pulang. Dari pengakuan KH. Abdullah said di JTV mesti hanya sekitar 5 menit beliau mendapat saku 3 jt dengan perincian 2 jt dari JTV dan 1 juta dari Bupati Mojokerto. Tapi yang namanya orkes, mesti peminat pengajiannya pulang dan saatnya dimulai orkes jumlah penontonya masih tetap ribuan. 

Kembali ke masalah inti yaitu Orkes. Ada beberpa pertanyaan, kenapa hal ini terjadi..?. Padahal lagu-lagunya masih itu-itu saja. Di kaset-kaset sudah banyak beredar, terlebih hasil bajakan berupa rekaman dari salah satu pentas (show) sangat mudah didapatkan, hanya butuh Rp. 3.000-5.000 per kepingnya, dan jika dibuktikan hampir merata masyarakat telah memilikinya. Apalagi kalau ada hajatan disertai dengan bunyi sound system, dijamin full music dangdung koplo ala jawa timur. 
Jika dilihat dari seni bermusik, empat orkes lokal tersebut tidak juga terlalu jauh beda kualitasnya dengan ribuan lainnya. Pemusiknya adalah orang-orang yang sama, tapi hanya ada pergantian beberapa saja untuk nama orkes yang berbeda. Tapi tetap saja, begitu nama orkes lokal tersebut terdengar pentas shownya dapat dipastikan pengunjung akan penuh. Pendapatan jasa parkir sekali show bisa mencapai 10-15 juta dengan 5000 per/sepeda motor, belum mobil, dll. Mesti hanya hiburan pada hajatan seseorang untuk melaksanakan khitan/perkawinan, sering dimanfaatkan oleh perusahaan rokok untuk mempromosikan produk-produknya. Karena mungkin melihat potensi pasar yang menggiurkan dan dari segi biaya promo sangat minim. Kampanye anti narkoba di jawa timur juga memanfaatkan pentas dangdut, tapi sayangnya sejauh apa yang saja ketahui mereka yang datang ke-orkes (j

kangen band


Membaca kisah sukses memang menyenangkan. Ini juga yang membuat saya ikut senang ketika membaca kisah sukses grup musik Kangen Band. Meski belum sepopuler grup band papan atas lainnya, keberhasilan mereka menjual 300 ribu copy album mereka sudah cukup mengangkat tingkat kesejahteraan personilnya.

Menarik sekali mengetahui bahwa vokalisnya mantan tukang es cendol. "Pantesan suaranya keras, karena biasa teriak-teriak jual es cendol" seloroh rekannya pada Andika sang vokalis.

Menarik sekali mengetahui bahwa vokalisnya mantan tukang es cendol. "Pantesan suaranya keras, karena biasa teriak-teriak jual es cendol" seloroh rekannya pada Andika sang vokalis.

Berikut saya copykan kisah mereka yang dimuat di Harian Kompas, "Kangen Suara Jelata"
uatu siang di Kantor Warner Music, Jakarta, enam awak band melahap nasi bungkus sambil duduk lesehan di lantai atau duduk bersila di sofa. Mereka adalah personel Kangen Band, kelompok dari Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung, yang belakangan naik daun.

"Pacarku cintailah aku/ Seperti aku cinta kamu/ Tapi kamu kok selingkuh."

Itu penggalan lirik lagu Selingkuh dari Kangen Band, yang menurut seorang produser terkesan agak "kampungan". Akan tetapi, justru nuansa kampungan itulah yang menjadikan perusahaan rekaman Warner mengambil Kangen Band.

Band bentukan 4 Juli 2005 itu kini tengah mencicipi ujung dari sebuah popularitas. Album pertama Aku, Kau & Dia yang dirilis Warner Music Indonesia (WMI) pada Februari 2007 terjual sekitar 300.000 keping. Ini termasuk angka cukup tinggi mengingat artis terkenal pun saat ini cukup sulit untuk meraih angka penjualan 50.000 kopi.

Jadwal konser keliling mereka padat. Bulan Juni lalu mereka tur ke belasan kota di Jawa Tengah, seperti Cilacap, Klaten, Jember, Tuban, Sidorajo, sampai Banyuwangi, dan Kalimantan. Di Sampit, Kalimantan, mereka tampil di hadapan sekitar 19.000 penonton. Kangen bahkan akan tampil pada konser akbar Soundrenalin 2007. Mereka kebagian tampil di Palembang (22 Juli) dan Surabaya (5 Agustus).

Kangen tengah mencicipi rezeki. Meski relatif "kecil" dibandingkan dengan perolehan band penghasil album sampai di atas satu juta kopi, awak Kangen sudah sangat bersyukur. Dodhy, sang gitaris, vokalis, dan penggubah lagu, bisa membeli sepeda motor, pesawat televisi, dan meja-kursi, serta membantu ayahnya yang bekerja sebagai penarik becak.

"Aku sudah meminta bapak untuk berhenti narik becak, tapi enggak mau. Katanya, baik untuk jantung," kata Dodhy Hardiyanto (23) tentang ayahnya yang bernama Paijo.

Setakat, itulah pengalaman paling dramatik dalam perjalanan hidup Kangen sebagai band. Kangen berawak Dodhy pada gitar dan vokal, Andika (vokal), Thama (gitar 2), Bebe (bas), Iim (drum), dan Izzy (keyboards). Mereka sama sekali tak menyangka akan diambil oleh Warner, perusahaan rekaman besar yang juga menaungi Jikustik sampai Maliq & D’Essential. Warner sebagai bagian dari perusahaan rekaman raksasa Warner Group juga mengedarkan album dari sederet nama terkenal, mulai Phil Collins, MUSE, My Chemical Romance, sampai Linkin Park.

"Ketika tiba di Jakarta, kami ketemu Pak Jusak (Produser WMI). Kami diajak makan. Meja makannya gede banget. Kami kaget saat diajak melihat studio rekaman. Kami peluk-pelukan dan menangis," kenang Dodhy saat berkunjung ke WMI, Agustus 2006.

Jelata

Mereka lahir dari realitas kehidupan rakyat jelata, bukan produk reality show. Dodhy pernah menjadi kuli bangunan. Bebe yang bernama lengkap Novri Azwat (18) membantu orangtua jualan nasi uduk di depan Rumah Sakit Abdul Muluk, Bandar Lampung. Rustam Wijaya (22) alias Tama adalah penjual sandal jepit. Iim bekerja di bengkel motor, sedangkan Andika (23), sang vokalis, adalah penjual cendol keliling.

"Makanya suara keras karena biasa teriak-teriak jualan cendol," seloroh rekannya.

Dodhy dan kawan-kawan biasa nongkrong menghibur diri sambil nyanyi di jembatan di Jalan Dr Sutomo. Sesekali, mereka berpatungan agar bisa berlatih band di studio rental. Mereka sering harus menjaminkan sepeda motor sebagai jaminan kekurangan biaya sewa studio.